Rabu, 28 Maret 2012

Dicari: Jati Diri

Ada sebagian dari kita mungkin  punya cara pandang, perilaku, tutur, maupun gaya hidup yang sangat berbeda. Konsekuesi logis buat orang seperti ini adalah terlihat aneh. Dalam dua ekstrem yang saling berkebalikan, aneh pertama berarti keren. Namun, pada ekstrem yang sebaliknya, orang seperti itu konyol.

Bilapun mau jujur, ada kecenderungan dari kita untuk berperilaku sesuai dengan apa yang lazim orang kebanyakan lakukan. Memakan apa yang orang lain makan, menggunakan apa yang kebanyakan orang lain gunakan.

Kita dipaksa takut untuk "aneh" dan berbeda. Hal inilah yang lumayan menjelaskan, mengapa akhirnya demam (tren) merupakan suatu perlombaan.

Orang per orang enggan ketinggalan akan sesuatu yang bernama demam (tren). Kita tak ubahnya sekawanan itik yang berbondong berarak menuju sesuatu, yang (parahnya) tak pernah kita tahu mau ke mana.

Demam merupakan suatu gejala sosial di mana kita dipaksa untuk turut dalam suatu pola hidup yang sama. Pemenang adalah dia yang terdepan dalam memaknai demam itu sendiri.

Sebuah tren datang dan pergi. Ada satu era di mana rambut gondrong dan celana gombrong jaya. Pernah pula ada satu masa di mana gaya itu jadi basi. Pula ada satu masa di mana gelang karet warna menjadi demam, tentu datang juga masa di mana hal itu surut dan sekadar menjadi biasa.

Faktanya, orang muda seperti kita merupakan korban demam yang akut. Kita adalah yang paling takut akan yang namanya basi dan ketinggalan. Bila kita tidak larutkan diri dan serta, rasanya seisi dunia akan tertawa, mengejek, dan mencerca.

Kesertaan kita dalam jamaah akbar bernama umat pengikut tren, seolah merupakan suatu keharusan. Tanpa menjadi trendi, seakan eksistensi masa muda menjadi hampa. Tak bermakna dan sia-sia.

Kalau kita sedia meluangkan waktu, sejenak lebih izinkan kecerdasan diri tampil. Mungkin ada dari sebagian kita yang sampai juga pada tanya, kenapa masyarakat konsumen seperti kita, adalah tak lebih dari gerombolan hewan ekonomi yang buta?

Kita digiring dan diarahkan untuk menuju sesuatu, yang sialnya tak pernah kita tahu arahnya.

Sambil kita tahu demam adalah sebuah karya agung insan industrialis, seraya itulah kita menyerah takluk padanya.

Tapi hidup cuma sekadar pilihan. Tinggal jadi cundang ataukah pemenang, itu saja. Pemenang yang mengalirkan zaman, sedang cundang yang membudak pada zaman. Sekadar tut ilining banyu, hanyut dan tak punya kendali.

Yang manakah Anda?[]

n.b. Lihat Pinus&Pinus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar