BAWAK NAO, sebuah dusun kecil di lembah kaki gunung Rinjani. Malam itu
saya duduk minum kopi di sana. Belum malam benar; suasana lenggang, namun tidak muram. Keramahan warga membuat lebih hangat kopi yang kami
hirup.
Fasilitas publik terbatas. Transportasi umum hanya
berupa mobil bak sayur. Tidak ada penerangan jalan. Jangan kira ada
rumah sakit, tiap rumah cuma diterangi 3-4 lampu 15 watt. Laiknya sebuah
perkampungan ninja dalam kisah-kisah Jepang.
Sekejap,
terlintas ketidakadilan dalam pikiran saya. Jika saja Tuan dan Nyonya
malam itu sedang menikmati hangat kopi mahal di sudut sebuah mall elit,
Anda bisa bayangkan mungkin daya listrik yang digunakan mall itu lebih
besar dari daya di seluruh Bawak Nao. Atau mungkin kedai kopi itu
membutuhkan daya lebih besar dari puskesmas di sana. Pernah saya membaca
sebuah artikel, listrik yang digunakan mesin penjual minuman otomatis
di seluruh Jepang, katanya, menggunakan daya lebih besar dari seluruh
Bangladesh.
Sementara orang kota menikmati subsidi BBM dengan
mudah, warga di Bawak Nao harus menempuh puluhan kilometer menuju SPBU
terdekat. Sedangkan ancaman perubahan iklim tetap dirasakan di sana.
Petani merugi, petani gagal panen, karena cuaca tak tentu yang (bisa jadi)
disebabkan pola konsumtif kita--orang kota--dalam menggunakan energi.
Pada
dasarnya perubahan iklim dan ketidakseimbangan alam dapat dipengaruhi
dua hal: faktor alami dan faktor tangan manusia. Dibandingkan dengan
faktor alami, para ahli melihat ulah tangan manusia lebih banyak
berperan. Debu polutan yang mengganggu keseimbangan mulai dari asap
kendaraan dan buangan pabrik sampai pembakaran sampah. Biang utamanya
adalah meningkatnya kadar karbondioksida di udara. Penyebab utamanya,
pembakaran minyak bumi.
Faktor utama penentu iklim bumi
lainnya adalah industri semen. Para ahli menempatkannya sebagai penyebab
ketiga terbesar menumpuknya karbondioksida di angkasa setelah
pembakaran bahan bakar fosil dan aerosol. Setidaknya 2,5% karbon di
udara berasal dari sumbangan industri semen.
Menurut laporan
IPCC, selama 400.000 tahun, jumlah karbondioksida relatif stabil. Namun,
sejak revolusi industri pada 1850-an, gas karbon merajai angkasa dari
sekitar 280 ppm menjadi 380 ppm pada saat ini. Jika kondisi tidak
berubah, para ahli memperkirakan, jumlah itu dapat mencapai 560 ppm di
ujung abad ke-21 atau mencapai tingkat paling tinggi selama 800.000
tahun! Para ahli memperkirakan terjadi peningkatan suhu bumi sebesar
1,4-5,6 derajat celcius pada periode 1990-2100 (Gatra, 28 November 2007)
Ketidakadilanya
adalah: kita menikmati kopi mahal sembari mendengarkan musik lewat iPod
di sudut mall elit; kita memakai tas dan sepatu mahal produk industri
besar; kita dengan mudah bisa dapat akses internet; kita dapat seenaknya
menggunakan listrik dan minyak bumi. Tidak ada pemerataan penikmatan
hasil produksi, tapi dampak negatif dari konsumsi besar kesenangan kita
juga dirasakan petani-petani kecil di Bawak Nao. Teknologi dan kemajuan
industri tidak hanya membuat dunia menjadi tanpa sekat, musibah juga
tanpa sekat.
Globalisasi yang kita agungkan datang juga
bersamanya sebuah musibah global. Deras arusnya seakan-akan
menghempaskan segalanya, meracuni udara yang kita hirup, mencemari air
yang kita minum, meniupkan api konsumerisme hingga membakar
identitas-identitas personal sampai siapa pun harus memanipulasinya agar
tidak kelihatan tertinggal.
***
Tadi tiba di Bawak
Nao dengan cuaca cerah. Sesaat kemudian, ketika cangkir kopi mulai
mengering, hujan dan angin turun mengamuk tanpa peringatan menjelang
dingin.
Di belahan daerah lain bisa saja orang langsung tidur
meringkuk di bawah selimut dan menyalakan pemanas ruangan. Alih-alih
tidur senyaman itu, mungkin petani di Bawak Nao tidur dengan resah
memikirkan ladang kubisnya yang diguyur hujan.
Sampai di titik ini saya tidak bisa berpikir lagi tentang keadilan. Itu terlalu sulit, terlalu sulit.
Lantas, apakah saya juga perlu tinggal di tengah gunung dan hidup sebagai pertapa? Itu terlalu sulit.[]
Menuju Bawak Nao (31/01/2011) |
Akhirnya, bikin blog juga kan? Haha..
BalasHapusIzin pasang namamu di Sastra Kelabu. :D
Seru juga yah..
HapusNge-kodifikasi tulisan, Eed :p