Selasa, 27 Maret 2012

Bawak Nao

BAWAK NAO, sebuah dusun kecil di lembah kaki gunung Rinjani. Malam itu saya duduk minum kopi di sana. Belum malam benar; suasana lenggang, namun tidak muram. Keramahan warga membuat lebih hangat kopi yang kami hirup.

Fasilitas publik terbatas. Transportasi umum hanya berupa mobil bak sayur. Tidak ada penerangan jalan. Jangan kira ada rumah sakit, tiap rumah cuma diterangi 3-4 lampu 15 watt. Laiknya sebuah perkampungan ninja dalam kisah-kisah Jepang.

Sekejap, terlintas ketidakadilan dalam pikiran saya. Jika saja Tuan dan Nyonya malam itu sedang menikmati hangat kopi mahal di sudut sebuah mall elit, Anda bisa bayangkan mungkin daya listrik yang digunakan mall itu lebih besar dari daya di seluruh Bawak Nao. Atau mungkin kedai kopi itu membutuhkan daya lebih besar dari puskesmas di sana. Pernah saya membaca sebuah artikel, listrik yang digunakan mesin penjual minuman otomatis di seluruh Jepang, katanya, menggunakan daya lebih besar dari seluruh Bangladesh.

Sementara orang kota menikmati subsidi BBM dengan mudah, warga di Bawak Nao harus menempuh puluhan kilometer menuju SPBU terdekat. Sedangkan ancaman perubahan iklim tetap dirasakan di sana. Petani merugi, petani gagal panen, karena cuaca tak tentu yang (bisa jadi) disebabkan pola konsumtif kita--orang kota--dalam menggunakan energi.

Pada dasarnya perubahan iklim dan ketidakseimbangan alam dapat dipengaruhi dua hal: faktor alami dan faktor tangan manusia. Dibandingkan dengan faktor alami, para ahli melihat ulah tangan manusia lebih banyak berperan. Debu polutan yang mengganggu keseimbangan mulai dari asap kendaraan dan buangan pabrik sampai pembakaran sampah. Biang utamanya adalah meningkatnya kadar karbondioksida di udara. Penyebab utamanya, pembakaran minyak bumi.

Faktor utama penentu iklim bumi lainnya adalah industri semen. Para ahli menempatkannya sebagai penyebab ketiga terbesar menumpuknya karbondioksida di angkasa setelah pembakaran bahan bakar fosil dan aerosol. Setidaknya 2,5% karbon di udara berasal dari sumbangan industri semen.

Menurut laporan IPCC, selama 400.000 tahun, jumlah karbondioksida relatif stabil. Namun, sejak revolusi industri pada 1850-an, gas karbon merajai angkasa dari sekitar 280 ppm menjadi 380 ppm pada saat ini. Jika kondisi tidak berubah, para ahli memperkirakan, jumlah itu dapat mencapai 560 ppm di ujung abad ke-21 atau mencapai tingkat paling tinggi selama 800.000 tahun! Para ahli memperkirakan terjadi peningkatan suhu bumi sebesar 1,4-5,6 derajat celcius pada periode 1990-2100 (Gatra, 28 November 2007)

Ketidakadilanya adalah: kita menikmati kopi mahal sembari mendengarkan musik lewat iPod di sudut mall elit; kita memakai tas dan sepatu mahal produk industri besar; kita dengan mudah bisa dapat akses internet; kita dapat seenaknya menggunakan listrik dan minyak bumi. Tidak ada pemerataan penikmatan hasil produksi, tapi dampak negatif dari konsumsi besar kesenangan kita juga dirasakan petani-petani kecil di Bawak Nao. Teknologi dan kemajuan industri tidak hanya membuat dunia menjadi tanpa sekat, musibah juga tanpa sekat.

Globalisasi yang kita agungkan datang juga bersamanya sebuah musibah global. Deras arusnya seakan-akan menghempaskan segalanya, meracuni udara yang kita hirup, mencemari air yang kita minum, meniupkan api konsumerisme hingga membakar identitas-identitas personal sampai siapa pun harus memanipulasinya agar tidak kelihatan tertinggal.

***

Tadi tiba di Bawak Nao dengan cuaca cerah. Sesaat kemudian, ketika cangkir kopi mulai mengering, hujan dan angin turun mengamuk tanpa peringatan menjelang dingin.

Di belahan daerah lain bisa saja orang langsung tidur meringkuk di bawah selimut dan menyalakan pemanas ruangan. Alih-alih tidur senyaman itu, mungkin petani di Bawak Nao tidur dengan resah memikirkan ladang kubisnya yang diguyur hujan.

Sampai di titik ini saya tidak bisa berpikir lagi tentang keadilan. Itu terlalu sulit, terlalu sulit.

Lantas, apakah saya juga perlu tinggal di tengah gunung dan hidup sebagai pertapa? Itu terlalu sulit.[]


Menuju Bawak Nao (31/01/2011)

2 komentar:

  1. Akhirnya, bikin blog juga kan? Haha..

    Izin pasang namamu di Sastra Kelabu. :D

    BalasHapus