Senin, 28 Mei 2012

Hitam

Tiba-tiba dia menyentak kepadaku, "Lihat pendulum ini!"
Sementara jarum berkejaran dengan perut yang lapar, hati sudah berkeras..
Kutantang hei kau, Malam!
Proses dan kualitas adalah yang terpenting. Biarkan waktu menunggu dan jumlah mengalah.

Kurasakan perlahan merayapi buku-buku jemari.
Cangkir itu telah mendingin, hilang juga uap yang mengiringi aroma menyegarkan..
Tinggal seperempat bagian, akan kuhajar dengan sekali teguk.

Sekilas terlihat di dasar ada ampas yang pernah mencair..
Kutekan dengan ujung jari, bulir-bulir amat halus mulai menempel.
Kubawa jemari ke muka wajah..
Tampak begitu halus, sama sekali tidak bergumpal.
Pekat sehitamnya jelaga tanpa warna lain menggeliat..

Masih tetap kupandang ampas hitam ini..
Sejulur sesuatu membayang kepadanya, kian lama kian jelas.
Sejarah hitam ampas pun bicara..
Bagaimana jutaan moyangku tumpas karena si hitam ini
Bagaimana ratusan tahun tanah airku diperas karena si hitam ini
Bukan racun..tapi cukup untuk bikin goblok raja-diraja negeri ini

Dadaku sesak..
Sesaat kualihkan pandangan ke seberang jendela

Nampak dedaunan hijau berkilau terkena bekas hujan..
Aromanya yang khas mulai merasuki kepala.
Seperti diperintah..
kusentuhkan butiran ampas yang masih menempel di jemari ke ujung lidah.
Seketika terasa..Pahit! Ya, aku yakin ini pahit!

Dia yang manis pernah berkata:
Hidup ini seperti kopi, pahit!
Tidak perlu pemanis untuk menipu diri..
Sambil menikmati, biarkan pahitnya menghilang di pangkal lidah.
Proses dan kualitas adalah yang terpenting. Biarkan waktu menunggu dan jumlah mengalah.

Kopi Hitam-Pahit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar